Samudera Indonesia Research Initiatives (SIRI) menyelenggarakan webinar Samudera Logistics Talk pada 30 Agustus 2023 secara daring yang dihadiri oleh sekitar 150 peserta. Forum ini menghadirkan narasumber; Bapak Setijadi, CEO Supply Chain Indonesia, dan Bapak Wahyu Wijayanto, Plt. Direktur Industri, Pariwisata, dan Ekonomi Kreatif BAPPENAS, serta saudara Alif Ramahurmuzi, ekonom SIRI.
Sebagai pembuka acara, Adithya Prabowo, Economics Research Dept Head Samudera Indonesia Research Initiatives menyampaikan bahwa Blue Economy diketahui sebagai pemanfaatan strategis sumber daya laut untuk mencapai pertumbuhan ekonomi berkelanjutan yang berdampak pada peningkatan taraf hidup, peluang kerja yang lebih besar, serta pelestarian kesehatan ekosistem laut. Menurut UNDP dan World Bank, potensi Blue Economy global tahun 2018 mencapai USD 6 triliun, setara dengan 7% dari PDB dunia. Namun, pada tahun 2022, sektor Blue Economy hanya mencapai USD 2,5 triliun atau sekitar 2,4% dari PDB dunia. Kesenjangan ini mendorong beberapa negara, termasuk Uni Eropa, untuk menyusun roadmap guna mengoptimalkan Blue Economy. Di Indonesia, Blue Economy hanya menyumbang 6% PDB 2022 atau sekitar USD 79 Miliar, meskipun potensinya mencapai USD 280 miliar per tahun.
Analis ekonomi Samudera Indonesia Research Initiatives (SIRI), M. Alif Ramahurmuzi mengungkapkan sektor transportasi & logistik laut mempunyai potensi untuk berkembang dengan kebijakan Blue Economy didukung dengan adanya peluang dari pemanfaatan dua rute pelayaran global utama (asia & eropa) dan 3 ALKI yang diperkirakan mencakup 40% volume global. Bappenas telah menyusun roadmap Blue Economy 2023-2045 dengan 4 strategi utama dan 8 sektor prioritas yang terbagi dalam 5 fase. Salah satunya adalah dengan pengembangan transportasi & logistik kelautan pada fase II (2025-2029) dengan fokus investasi dalam cold supply chain & greenport di 5 pelabuhan utama Indonesia untuk mencapai emisi nol karbon. Namun dalam proses implementasinya, SIRI melihat bahwa pemerintah perlu menyesuaikan timeline implementasi logistik ramah lingkungan pada fase II dan peraturan insentif pada fase III. “Apabila kedua hal tersebut dijadikan di fase yang sama nantinya akan bisa lebih efektif atau opsi lainnya, pemerintah dapat menyusun regulasi terlebih dahulu baru kemudian masuk ke implementasi” ujarnya.
Sementara itu, Plt. Direktur Industri, Pariwisata, dan Ekonomi Kreatif BAPPENAS, menjelaskan bahwa pihaknya telah menyusun IBEI (Indonesia Blue Economy Index) untuk mengukur perkembangan dan pertumbuhan Blue Economy. Secara konsep, IBEI memiliki 3 pilar yang selaras dengan SDGs yaitu sustainability, added value, dan inclusive yang nantinya akan menjadi instrumen untuk memantau kinerja sektor Blue Economy. “BAPPENAS akan mengawal pelaksanaan pengembangan Blue Economy dengan merancang dan membentuk sekretariat pelaksanaan Blue Economy sebagai wadah kolaborasi bagi pihak terkait untuk memperbarui atau mengukur indeks Blue Economy juga penguatan sosialisasi dan pemahaman serta monitoring dan evaluasi” pungkas Wahyu Wijayanto. Lebih lanjut lagi, Wahyu Wijayanto menjelaskan bahwa Roadmap ini bertujuan mencapai kontribusi sektor Blue Economy 15% terhadap PDB Indonesia pada 2045 dan meningkatkan kawasan konservasi perairan hingga 97,5 juta hektar serta menciptakan 12% lapangan kerja dalam sektor kemaritiman.
Melalui diskusi lebih lanjut, CEO Supply Chain Indonesia, Setijadi, membahas tantangan dalam sektor maritim dan logistik serta hubungannya dengan Blue Economy di Indonesia. Salah satu sorotan adalah kondisi geografis Indonesia yang mengakibatkan ketidakseimbangan kontribusi dari moda transportasi, menyebabkan inefisiensi dalam sistem transportasi nasional. Padahal, penggunaan moda transportasi secara proporsional merupakan implementasi green freight sekaligus Blue Economy. Setijadi juga mencatat permasalahan dalam cold chain logistics karena kurangnya edukasi kepada masyarakat sebagai end user. Selain itu, Setijadi mengkhawatirkan tingginya tingkat kerugian dan pemborosan makanan pada komoditas tertentu, terutama pada kategori ikan & seafood yang mencapai 35%. Dia menyoroti potensi kerugian sebesar 15% karena kurangnya manajemen logistik yang tepat setelah panen dan distribusi. Masalah ini dapat menghambat pencapaian Blue Economy, tetapi dengan kebijakan perikanan tangkap yang terukur, diharapkan dapat terjadi perubahan kebijakan yang mendukung Blue Economy yang berkelanjutan.
Samudera Logistics Talk ditutup dengan sesi tanya jawab dan diskusi dengan peserta webinar. Beberapa concern peserta terkait Blue Economy adalah perlunya sosialisasi standar baku lebih lanjut bagi pelaku logistik seperti spesifikasi atau desain kapal yang ramah lingkungan, ketetapan terkait green port, ataupun wisata pesisir laut yang berkelanjutan. Lebih lanjut, dampak implementasi blue economy terhadap segi bisnis logistik dan perikanan laut ke depan perlu dikaji dengan seksama agar tidak merugikan bahkan dapat bermanfaat bagi banyak pihak.