Indonesia menghadapi krisis logistik nasional akibat adanya dampak dari berbagai risiko seperti Covid-19 dan masalah rantai pasok global di tengah konflik geopolitik. Krisis logistik tersebut kemudian berkembang menjadi permasalahan ekonomi. Presiden Joko Widodo menekankan bahwa pemerintah berupaya melakukan investasi di industri logistik untuk mengatasi berbagai permasalahan yang ada. Akan tetapi, permasalahan apa saja sebenarnya yang perlu di atasi?
Permasalahan
Indonesia adalah negara kepulauan dengan jumlah pulau lebih dari 17.000 pulau. Oleh karena itu, transportasi via laut merupakan cara termurah untuk mengkoneksikan antar pulau yang ada di Indonesia. Namun, biaya logistik nasional Indonesia diidentifikasi world bank (2020) masih tercatat di angka 24,6% dari PDB. Angka ini relatif lebih tinggi dibandingkan dengan negara lain. Sebagai perbandingan, biaya logistik di Malaysia tercatat hanya 13% dari PDB. Belum lagi sekitar 70% transportasi logistik di Indonesia justru masih menggunakan transportasi darat kendati Indonesia merupakan negara kepulauan. Sayangnya biaya logistik di Indonesia yang tinggi bukan indikasi dari kualitas infrastruktur yang lebih unggul. Faktanya, ketiadaan infrastruktur logistik yang memadai di Indonesia menyebabkan distribusi sumber daya menjadi tidak merata. Ketiadaan infrastruktur dasar, seperti jalan raya dan pelabuhan menghambat konektivitas antar wilayah di Indonesia. Akibatnya, beberapa daerah mengalami kesulitan akibat ketimpangan distribusi sumber daya yang masih belum merata ini.
Di sisi lain, biaya logistik yang tinggi untuk komoditas utama, seperti beras dan BBM (bahan bakar minyak) di wilayah timur Indonesia, ditambah dengan pendapatan yang relatif lebih rendah dibandingkan dengan Pulau Jawa menyebabkan standar hidup masyarakat di wilayah timur Indonesia lebih rendah dibandingkan dengan masyarakat di wilayah barat. Studi terbaru menunjukkan bahwa akses ke pelabuhan laut memiliki dampak yang signifikan secara statistik pada perkembangan ekonomi di wilayah non-Jawa[1]. Hal ini disebabkan penciptaan lapangan pekerjaan dan aktivitas ekonomi yang tumbuh akibat adanya rekrutmen di bidang logistik dan maritim di kawasan tersebut ditambah adanya pengurangan biaya logistik dalam pengiriman sumber daya yang ada. Dengan fakta demikian, pembangunan yang lebih merata menjadi hal yang vital dan perbaikan pada industri logistik sangat krusial untuk pembangunan di wilayah luar Jawa.
Hambatan bagi Perbaikan Industri Logistik
Salah satu isu utama dari masalah logistik yang sedang dihadapi adalah sistem logistik di kawasan pedesaan. Kualitas Infrasturktur di wilayah pedesaan masih tertinggal dibanding perkotaan pun akses konektivitas ke pelabuhan masih terbatas bagi masyarakat lokal sehingga biaya transportasi dari komoditas utama di kawasan tersebut menjadi relatif mahal[2]. Oleh karena itu, pembangunan infrastruktur sekitar pelabuhan menjadi salah satu kunci dalam isu biaya logistik di kawasan pedesaan dan pedalaman. Di kawasan seperti Tidore, Sula dan Halmahera Timur, studi menunjukkan lemahnya infrastruktur pelabuhan di kawasan ini berkontribusi pada turunnya efisiensi dan kenaikan biaya[3]. Lemahnya efisiensi teknis pada pelabuhan juga menjadi salah satu alasan mengapa kawasan timur Indonesia menanggung biaya logistik yang lebih tinggi dibandingkan kawasan barat yang relatif sudah banyak berkembang. Perdagangan barang dengan arus dan volume relatif sedikit dari rute kawasan timur ke barat ketimbang rute barat ke timur juga berkontribusi pada pengangkutan yang tidak berimbang (imbalanced cargo) antar kawasan barat-timur sehingga pada akhirnya berimbas pada menurunnya competitiveness industri logistik Indonesia di sektor perdagangan global.
Dalam menanggapi permasalahan ini, Pemerintah Indonesia berupaya untuk mengatasi permasalahan lewat pembangunan infrastruktur yang menjadi prioritas pemerintahan Joko Widodo dalam 9 tahun terakhir. Salah satunya proyek “tol laut” dimana pemerintah menyediakan kapal yang berlayar secara reguler untuk mengkoneksikan berbagai wilayah di Indonesia. Proyek ini turut berkontribusi dalam upaya penyamarataan harga serta menjadi konektivitas antara wilayah barat dan timur Indonesia.
Namun, biaya logistik di Indonesia tidak hanya sekadar isu terkait infrastruktur saja, tetapi juga mencakup masalah regulasi dan sumber daya manusia. Terkait isu regulasi, industri perkapalan menghadapi kesulitan perihal syarat mendapatkan lisensi untuk kepemilikan kapal. Biaya yang diatur dalam national standard compliance, biaya inspeksi pengiriman dan persetujuan impor juga turut dianggap biang kerok biaya pengiriman menjadi lima kali lebih mahal dibandingkan dengan negara seperti Singapura[4]. Selain itu, Indonesia juga menghadapi masalah kelangkaan sumber daya manusia di industri logistik dan maritim. Hal ini tercermin dari laporan terakhir Logistics Performance Index Indonesia dari Bank Dunia yang menunjukkan penurunan nilai di indikator kompetensi logistik dan kualitas jasa logistik dari 3.1 ke 2.9 yang menyebabkan peringkat Indonesia turun dari posisi 44 ke 65. Statistik tenaga kerja Indonesia juga menunjukkan hanya 29% dari angkatan kerja yang lulus dari sekolah kejuruan, bahkan hanya 9,4% saja yang merupakan lulusan universitas[5]. Hal ini mengimplikasikan masih terdapat kekurangan sumber daya manusia yang diperlukan untuk mengembangkan industri logistik melalui penelitian dan pengembangan. Masalah di level sumber daya manusia ini ditambah efektivitas regulasi masih menjadi permasalahan di sektor maritim di Indonesia. Oleh karena itu, baik sektor publik, maupun sektor swasta berupaya untuk merespon permasalahan ini secara bersama-sama.
Upaya Pemerintah dalam Mengatasi Isu Logistik Nasional
Pemerintahan Joko Widodo sendiri telah menjadikan isu di sektor logistik maritim menjadi salah satu program prioritas sejak tahun 2014. Bahkan di tahun 2021, 47% dari APBN dialokasikan untuk berbagai proyek infrastruktur, termasuk jalan dan pelabuhan[6]. Kini, berbagai konsep reformasi kebijakan di bidang logistik dan maritim seperti National Logistics Ecosystem (NLE) mulai digenjot oleh pemerintah untuk mensimplifikasi proses bisnis logistik dan meningkatkan daya saing industri. Konsep reformasi lainnya mencakup investasi dalam sistem yang dikenal sebagai national single window untuk mengkonsolidasi informasi perdagangan serta membuat rute dan proses informasi lebih mudah diakses oleh pelaku di sektor logistik dan maritim. Selain itu, pemerintah juga terus berupaya untuk bekerja sama dengan sektor swasta dalam meningkatkan penelitian dan pengembangan di industri logistik. Pada akhirnya, berbagai langkah kebijakan yang diberlakukan oleh pemerintah bersama pelaku di sektor logistik dan maritim harapannya mampu menciptakan pembangunan yang lebih adil di Indonesia.
Artikel orisinal dapat dilihat pada link berikut : https://worldfinancialreview.com/indonesias-costly-connection-3/
REFERENSI
Chairullah, Amin, Mulyati Heti, Anggraini Eva, and Kusumastanto Tridoyo (2021). “Impact of Maritime Logistics on Archipelagic Economic Development in Eastern Indonesia.” Asian Journal of Shipping and Logistics 37, no. 2: 157-64.
Govt to Proceed with Logistics System Reform amid High Costs. Global Data Point (2020).
Indrawati, Sri Mulyani, and Ari Kuncoro (2021). “Improving Competitiveness through Vocational and Higher Education: Indonesia’s Vision for Human Capital Development in 2019-2024.” Bulletin of Indonesian Economic Studies 57, no. 1: 29-59. https://doi.org/10.1080/00074918.2021.1909692.
Muhammad Halley, Yudhistira, and Yusuf Sofiyandi (2018). “Seaport Status, Port Access, and Regional Economic Development in Indonesia.” Maritime Economics & Logistics Vol. 20, no. 4: 549-68. https://doi.org/10.1057/s41278-017-0089-1.
OECD (2021), OECD Competition Assessment Reviews: Logistics Sector in Indonesia oe.cd/comp-asean. https://www.thejakartapost.com/academia/2020/08/27/reforming-logistics-system.html.
Tuti Sarma, Sinaga, Yosi Agustina Hidayat, Rachmawati Wangsaputra, and Bahagia Senator Nur (2022). “The Development of a Conceptual Rural Logistics System Model to Improve Products Distribution in Indonesia.” Journal of Industrial Engineering and Management 15, no. 4: 670-87. https://doi.org/10.3926/jiem.4011.
[1] Muhammad Halley, Yudhistira, and Yusuf Sofiyandi (2018). “Seaport Status, Port Access, and Regional Economic Development in Indonesia.” Maritime Economics & Logistics Vol. 20, no. 4: 549-68. https://doi.org/10.1057/s41278-017-0089-1.
[2] Tuti Sarma, Sinaga, Yosi Agustina Hidayat, Rachmawati Wangsaputra, and Bahagia Senator Nur (2022). “The Development of a Conceptual Rural Logistics System Model to Improve Products Distribution in Indonesia.” Journal of Industrial Engineering and Management 15, no. 4: 670-87. https://doi.org/10.3926/jiem.4011.
[3] Chairullah, Amin, Mulyati Heti, Anggraini Eva, and Kusumastanto Tridoyo (2021). “Impact of Maritime Logistics on Archipelagic Economic Development in Eastern Indonesia.” Asian Journal of Shipping and Logistics 37, no. 2: 157-64.
[4] “Govt to Proceed with Logistics System Reform amid High Costs.” Global Data Point (2020).
[5] Indrawati, Sri Mulyani, and Ari Kuncoro (2021). “Improving Competitiveness through Vocational and Higher Education: Indonesia’s Vision for Human Capital Development in 2019-2024.” Bulletin of Indonesian Economic Studies 57, no. 1: 29-59. https://doi.org/10.1080/00074918.2021.1909692.
[6]OECD (2021), OECD Competition Assessment Reviews: Logistics Sector in Indonesia oe.cd/comp-asean. https://www.thejakartapost.com/academia/2020/08/27/reforming-logistics-system.html.